Minggu, 14 November 2010

Pentingnya mengais ILMU



Rasulullah SAW bersabda :
‘Menutut ilmu adalah sebuah kewajiban atas setiap Muslim laki-laki dan perempuan’.

Orang-orang akan mengatakan kita perlu untuk ke sekolah, kampus dan sebagainya, bagaimana caranya agar kita mendapatkan ilmu? Bagaimana kita mendapatkan pendidikan dan derajat, walaupun ada pergaulan bebas atau kekufuran yang mengepung kita dalam institusi sekuler? Kemudian mereka akan mencari ilmu dari kuffar, dari ahlul hawa, dan bid’ah serta dari ulama pemerintah, dan mereka akan berkata kita perlu mencari (inovasi), dan dari ulama pemerintah, dan mereka akan mengatakan kita perlu untuk mencari ilmu.

Sebuah hadits mengatakan bahwa mencari ilmu adalah sebuah kewajiban, kemudian apa ilmu itu? Bukankah banyak jenis pengetahuan, dari matematika, kimia dan fisika? Apakah sebuah kewajiban untuk mempelajari hal ini? Orang-orang akan mengatakan bahwa mereka melaksanakan kewajiban mereka dengan pergi ke sebuah universitas, walaupun jika mereka tidak mempelajari dien. Dia akan mempelajari pendidikan sekuler dan melupakan Islam.

Al-Ilm adalah lawan dari Al-Jahl – bodoh. Jahl adalah pada saat seseorang benar-benar kosong dari ilmu. Pada saat kita mencari ilmu kita ingin mengisi kebodohan kita itu dengan ilmu, yang nantinya disebut dien Islam.

Salah seorang Shahabat berkata bahwa ‘Ilmu bagi kita adalah Dien’. Maka pada saat kita berkata mencari ilmu, walaupun jika itu sejauh ke negeri China untuk mencarinya, kita tidak membicarakan tentang pendidikan sekuler atau yang telah diajarkan diberbagai universitas, tentang psikologi dan sosiologi dan semua itu adalah sampah.

Ilmu adalah dien – apa yang Allah SWT dan Muhammad SAW katakan. Kita harus mempunyai ilmu tentang apa yang Allah inginkan dari kita – apa yang diridhoi olehNya, apa yang Dia turunkan untuk kita; dan pada saat yang sama itu adalah frdhu bagi kita. Ada dua jenis ilmu

Fardul Ain – itu bukan untuk semua perkara. Tak seorangpun bisa mengatakan dia mengetahui segala sesuatu karena hanya Allah yang mengetahui segala sesuatu, dan tidak seorangpun yang pernah menandingi ilmu Rasulullah SAW atau semua Shahabat. Maka kita tidak bisa mengatakan itu kecuali kita mempunyai semua pengetahuan, dimana itu akan menyebabkan kita berdosa. Imam Ali berkata bahwa ilmu yang kita miliki dibandingkan dengan apa yang kita ketahui dan tidak ketahui, sebanding dengan pada saat kita meletakkan sebuah jarum di lautan dan apa yang jatuh itulah ilmu yang kita miliki.
Orang-orang akan mengatakan , ‘Aku tidak bisa mencari ilmu karena aku sedang berperang’, tetapi Imam Syafi’i berkata bahwa ilmu itu adalah fardhu atas kita tentang apa yang harus diketahui dari dien ini, ini adalah isu yang tidak diperselisihkan diantara mereka.

Kita perlu mengetahui tentang Allah; bahwa tidak ada yang berhak disembah selainNya, dan kita harus mengetahui untuk tidak mengganti Syari’ah Islam dengan Syari’ah yang lain. Terhadap semua penguasa yang merubah Syari’ah, kita harus berdiri dan memeranginya, walaupun jika dia mempunyai banyak pelindung yang melindunginya, semua orang bisa bangkit untuk melawannya. Walaupun jika dia adalah seorang Syekh besar, semua orang bisa mengutuknya, sebagaimana itu adalah hal yang harus diketahui dalam dien. Jika sesuatu hukumnya adalah fard kifayah; itu tidak berarti bahwa kita mempunyai keringanan – fard (wajib) adalah fard dan kita harus mengetahuinya.

Namun pertanyaannya adalah, jika kita tidak mempunyai ilmu yang perlu diketahui, apakah kita berdosa? Mempunyai ilmu tentang ‘Laa ilaaha Illallah’. Apa yang kita artikan ‘Laa ilaaha illallah’? Apakah itu berarti bahwa ada satu tuhan? Walaupun itu benar, tetapi itu berarti bahwa tidak ada yang berhak disembah KECUALI ALLAH. Sebagaimana kita mengetahui banyak berhala, batu-batu dan salib yang disembah selain daripada Allah – kita mengetahui bahwa banyak berhala, dien, buku-buku dan sebagainya, tetapi semua itu batil. Kita mengetahui bahwa semua hukum, Perdana Mentri, dan sebagainya yang ditaati selain taat kepada Allah adalah tidak sah, karena mereka semua tidak mempunyai hak untuk membuat hukum.

Ingatlah bahwa ilmu adalah passport atau kata kunci untuk Jannah. Mentalitas orang-orang saat ini, dimana saja mereka mengatakan semua dien adalah benar; maka itu semua adalah passport untuk neraka. Maka apakah kita senang tentang ilmu? Apakah kita seseorang yang penuh dengan ilmu, atau sedang mencari ilmu? Apakah kita sederhana dengan itu? Kita perlu menjadi terbuka dan respektif dengan ilmu. Kita perlu duduk dengan Ulama, dan tidak berdebat dengan mereka, tetapi mendapatkan ilmu dari mereka. Kita ingin bepergian untuk mencari ilmu dan menangkapnya.

Mujahidin tidak merujuk pada hawa nafsu dan kemauan mereka; mereka merujuk pada ahlul ilm, dan ada sebuah kebaikan yang sangat besar yang ditempatkan kepada mereka yang sedang berperang dalam jihad. Bagian pelatihan adalah untuk mendapatkan tawakkul – percaya kepada Allah, sepanjang dengan ilmu dan ahkaam fiisabililllah. Ada sebuah perbedaan antara orang-orang yang berperang untuk Allah dan mereka yang berperang untuk sebuah bendera (ashobiyyah).

Ayat yang berkaitan dengan ini berkata tentang jihad ofensif. Namun, pada saat yang sama ketika kita berbicara tantang jihaad kita perlu memahaminya dan tidaklah sama seseorang yang berperang di jalan Allah dengan seseorang yang hanya duduk dengan tenang.

“Mereka tidak sama, mereka yang duduk kecuali mereka yang mempunyai alasan yang benar, dan mereka yang berperang hanya untuk Allah dengan harta dan jiwa mereka”.

Allah SWT telah mengangkat derajat mujahidin yang berperang dengan harta dan jiwa mereka diatas orang-orang yang tidak melaksanakannya. Dan janji Allah adalah selalu benar.

Dia telah memberikan sebuah balasan yang besar atas orang-orang yang hanya duduk dan tidak melakukan apapun. Maka siapa saja yang berperang di jalan Allah itu lebih baik daripada hanya berdiam diri saja. Maka kita seharusnya tidak berfikir bahwa jihad adalah berperang saja, tetapi itu termasuk berbicara dengan ilmu. Itu berarti pergi untuk mencari ilmu.

Kita perlu bertanya pada diri kita, apakah kita bagian dari orang-orang yang mendapatkan keringanan dari melaksanakan jihad? Mungkin kita tidak bisa sampai ke medan pertempuran, atau lumpuh, tetapi kita masih bisa melaksanakannya dengan lidah dan membantunya dengan harta.

Ka’ab berkata, “Penuntut ilmu yang pergi pada pagi hari atau terlambat di siang hari adalah membawa jihad fisabilillah”.

Pada saat kita berbicara tentang ilmu dibandingkan dengan amalan nafilah, Rasulullah SAW selalu mendukung kita untuk selalu mencari ilmu. Beliau SAW bersabda :

‘Keutamaan ilam adalah lebih besar daripada amalan sunnah...’

Pada saat kita berbicara tentang jihad fisabilillah dan ilmu, (seseorang yang ingin berperang secara fisik) ilmu adalah bagian dari itu, dimana dia perlu mengetahui akan aqidah dan tauhid yang benar, dengan tujuan untuk mengetahui ahkam berperang.

Kita tidak berperang dan bekerja sama dengan semua entitas kufur, tidak juga berdemontrasi bersama-sama dengannya. Yusuf Qaradawi dan yang lainnya mengatakan bahwa tidak ada salahnya berdemonstrasi dengan kaum Sosialis ; dan tentu saja ini salah.

Hal ini sebagaimana Hizbullah yang duduk di perbatasan Israel selama bertahun-tahun, dengan kemampuan untuk meludahi orang-orang Yahudi. Maka ya, kita menginginkan mereka untuk berperang dan membiarkan mereka merusak satu sama lain. Hizbul Laat adalah orang-orang yang dahulu melindungi orang-orang Yahudi dari mujahidin.

Maka kita tidak bisa mendukung satu pun diantara mereka, tetapi kita bisa dan harus mendukung golongan ketiga yaitu mujahidin. Membiarkan ayam-ayam berkelahi, dan pada akhirnya keduanya akan disantap oleh singa.

Ilmu datang sebelum perbuatan (Al-Ilm qobla al amal). Kita harus mengetahui hukum sebelum kita membawanya ke dalam sebuah perbuatan, ini termasuk jihad.

“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: "Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (QS At Taubah, 9 : 46)

Maka mereka yang ingin mendapatkan ridho Allah, perlu mempersiapkannya dan melihat dimana ilmu sedang berputar, walaupun itu berarti kita harus bepergian jauh.

Rasulullah SAW bersabda :

‘Siapa saja yang pergi untuk mencari ilmu, Allah akan mempermudahnya jalan menuju jannah”.

Maka siapa saja yang tidak melakukan apa-apa untuk ini, maka siapa pun dia akan tidak berarti. Seseorang yang mempunyai ilmu dan tidak menggunakannya, itu tidak membantunya sama sekali. Sebelum melaksanakan (sesuatu) kita membutuhkan ilmu, dan setelah ilmu kita perlu perbuatan (amal).

Rasulullah SAW menggambarkan kumpulan ilmu sebagai taman surga, maka apa yang mencegah kita untuk mencari taman ini? Apa yang menghalangi kita dari berhubungan dengan ulama dan mengorbankan waktu kita?

Beliau SAW bersabda, pada saat ditanya oleh seorang Shahabat, bahwa taman surga adalah dicapai dengan mengingat Allah, dan mereka yang mencari dzikir dan ilmu.

Lalu apa yang lebih kita sayangi? Tanya diri kita sendiri dan yang lainnya.

Apakah kita dikelilingi oleh malaikat atau syaitan oleh syaitan dan iblis ? Apakah kita sibuk dalam kepentingan dunia dan memfitnah, berbohong juga ngobrol, atau apakah kita sedang mempelajari dien (Islam)?

Sekarang orang-orang menghabiskan waktu mereka menonton orang-orang yang berlari seperti anjing dengan sebuah bola dengan aurat mereka terbuka dan sebagai ganti belajar dien, mereka mempelajari psikologi dan begitu bangga terhadapnya, sebagai ganti dikelilingi oleh malaikat. Generasi Salaf tidak pernah seperti ini; faktanya mereka dahulu mengikuti ulama. Tabi’iin dan tabi’ tabi’iin dahulu memburu ilmu.

Ahmad Ibnu Hambal r.a., dahulu memburu ilmu dan dahulu mengikuti Imam Syafi’i. Dia dahulu haus karena ilmu dan tidak berlari setelah orang-orang berbicara baatil dan merahasiakan haq.

Tidak seperti orang-orang pada hari ini, mereka melakukan hal sebaliknya. Mereka bahkan tidak mempunyai rasa dan keberanian untuk meninggalkan ulama palsu dan pergi mencari haq. Orang-orang salaf dahulu melakukan perjalanan berhari-hari untuk sebuah hadits, dan jika mereka menemukannya tetapi perawinya tidak dapat dipercaya, mereka akan menolaknya.

Tetapi orang-orang pada hari ini mengikuti ulama pemerintah dan mengikuti mereka disetiap tempat, dan memegang teguh al-batil dari mereka. Kita perlu menangkap dan mencari ilmu hanya dari ulama yang terpercaya.

Hajjaj berkata, ‘Aku tidak pernah melihat orang-orang berlari, kecuali bahwa dia gila atau seorang pelajar’. Para pelajar berlari setelah ulama. Sang Alim bisa mendengar pertanyaan yang sama yang ditanya lima puluh kali dan memberikan jawaban yang berbeda, secepatnya memberikan jawaban yang benar, dan semua karena orang-orang sangat ingin untuk memperoleh ilmu.

Siapa saja yang mengetahui balasan ilmu tidak pernah akan meninggalkannya. Rasulullah SAW. Bersabda :

‘Dua hal yang dimohon dan tidak pernah akan pernah mencukupi, yakni orang yang memohon ilmu dan yang memohon dunia, maka tinggalkanlah dunia’.

Kita bisa memberikan seseorang yang mencintai dunia sebuah lembah emas tetapi pasti akan diharapkan oleh seseorang yang lain, kemudian menjadi sibuk dengan dunia dan tidak pernah mencukupi dengannya. Sebaik-baik penuntut ilmu adalah Shahabat. Mereka dahulu sibuk dengan Rasulullah SAW. untuk merekam ayat dan ilmu.

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (QS Al Anfal: 24)

Shahabat menjadi orang-orang yang terbaik, karena mereka merespon seruan itu. Pada saat mereka bersama Rasulullah SAW. mereka tidak kehilangan konsentrasi untuk menunaikan kewajiban tersebut.

Abu Sa’id Al Khudri berkata bahwa Rasulullah SAW. berdiri di atas mimbar dan berkata :

‘Aku mengkhawatirkan kalian, setelah aku yang memberkahi bumi akan terbuka untuk kamu’.

Kemudian beliau SAW. menjelaskan kesenangan dunia dan seorang lelaki berdiri dan berkata apa kebaikan dalam hal ini ? Rasulullah SAW. tetap diam, dan Shahabat berkata bahwa beliau telah menerima wahyu. Telah dikatakan bahwa orang-orang tetap diam, seolah-olah di kepala mereka ada burung. Kondisi tersebut tidak seperti hari ini, dimana orang-orang berkata dan bertanya kepada seorang alim dengan tujuan untuk berdebat dengannya.

Itulah mengapa Shahabat adalah pelajar terbaik dan mempunyai pengetahuan yang sangat bagus. Kita tidak akan membaca sebuah ayat dan berfikir kita lebih baik daripada Shahabat, maka kita semua harus berdiri pada apa yang Shahabat telah berdiri (tetapkan) :

“Peganglah Sunnahku dan Sunnah Khulafa setelah aku."

Maka kita seharusnya tidak pernah berbeda dengan mereka atas sebuah argumen dengan manhaj yang berbeda.

Kita jangan menjadi arogan dan mencoba berbeda dengan Shahabat, serta berfikir bahwa kita mempunyai ilmu yang lebih banyak. Ketahuilah bahwa jannah terbuka bagi orang-orang yang mencarinya, dan passportnya adalah ilmu, visanya adalah perbuatan yang kita bawa, berdasarkan atas ilmu yang kita miliki.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS Al Ashr, 103 : 1-3)

Pada saat Allah SWT. berbicara tentang Al-Khusr (kerugian) dalam ayat ini, dia memberikan setiap orang peringatan neraka, kecuali bagi orang-orang yang beriman, mempunyai iman, pengetahuan tentang Laa ilaaha illallah, melakukan perbuatan baik, perbuatan atas mereka dan menyerukan kepada orang lain haq dan kesabaran.

Maka kita mengetahui bahwa semua dari kita harus berhati-hati, bahwa kita hidup di masa ghurba’ (asing) dimana kebodohan tersebar luas, dan orang-orang menjadi puas dengannya sebagaimana mereka menyerukan munkar dan mencegah ma’ruf.

Satu-satunya cara menghalau syirik, kufur dan batil adalah dengan imaan, tauhid dan ilmu. Maka kita akan menjadi pecundang jika kita tidak mencari ilmu dan menyeru kepada orang lain untuk itu.

Semoga Allah SWT. melindungi kita dari orang-orang yang menutupi haq dengan batil.
uraian di atas dari ustad dengan pemahaman salafus shalih...

dan hari ini saya menulis "belajarlah untuk mencari ilmu dan ridho Allah bukan mencari pekerjaan, insyaallah pekerjaan akan mengiringi para pengais ilmu"

PENGERTIAN ILMU




A. Al Ilmu (Ilmu / Science)
Al Ilmu (ilmu) berarti ma`rifah (pengetahuan) tentang sesuatu yang diketahui dari zat (esensi), sifat dan makna sebagaimana adanya. Ia adalah kata abstrak atau mashdar dari alima-ya`lamu-`ilman. Ilmu terbagi kepada dharuury dan nazhary.
Ilmu dharury adalah ilmu yang tidak memerlukan perenungan dan pemikiran mengenai segala sesuatu yang telah ada dalam fikiran (albadahiyyat) seperti pengetahuan tentang sesuatu yang dapat dirasakan (mahsuusaat) dan dilihat (mar'iyyat) yang diketahui dengan panca indera yaitu pendengaran dan penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Albadahiyyaat adalah pengetahuan yang telah ada dalam jiwa manusia sejak semula tanpa sebab pemikiran dan analisis, seperti langit di atas kita dan bumi di bawah kita, manusia berbeda dengan hewan dan panas lawan dari dingin.
Sedangkan ilmu nazhary adalah ilmu yang memerlukan perenungan dan pemikiran, baik yang diketahui melalui hati saja seperti hal-hal ghaib, misalnya mengenai keberadaan Allah, Malaikat dan lain-lain, atau yang diketahui melalui hati dan indera seperti satu adalah setengah dari seperenamnya dua belas ( 1 = 1/2 [ 1/6 X 12 ] ).
Catatan
1) Segala sesuatu yang diketahui baik terdiri dari bentuk tunggal (mufrad/satuan) dan bentuk majemuk (murakkab/tergabung). Jika pengetahuan itu berbentuk tunggal maka ia disebut tashawwur (konsepsi/imaginasi), dan jika berbentuk majemuk (tergabung) ia disebut tashdiq (pembuktian/approval/confirmation). Misalnya pengetahuan tentang kata "kurma" terkonsepsi (tergambar) seperti terkonsepsinya kata "manis" keduanya pengetahuan tentang sesuatu yang tunggal.
Adapun pengetahuan atas makna dari kalimat "kurma itu manis" maka merupakan pengetahuan tergabung (murakkab) yang terdiri dari dua kata tunggal, yaitu "kurma" dan "manis". Hubungan keduanya, yakni diletakkannya kata yang kedua "manis" setelah kata yang pertama "kurma" menunjukkan penetapan keadaan salah satunya terhadap yang lain. Oleh karena itu, salah satunya disebut "predikat" (mahmuul) dan yang lain disebut "subjek" (maudhu`) atau sebagai mubtada` (yang diterangkan) dan khabar (yang menerangkan).
Pengertian yang pertama dikemukakan oleh ahli logika (manatiqah) dan yang kedua oleh ahli bahasa (nuhhat). Para ahli retorika (bayyaniyyuun) memiliki istilah lain, yaitu musnad dan musnad ilaihi, atau mahmuul dan mahmuul `alaihi. Mahmuul adalah khabar dan mahmuul `alaihi adalah mubtada`.
2) Jika ilmu tidak sesuai dengan sesuatu yang diketahui (objeknya) yang terwujud dalam kenyataan atau bentuk lahirnya maka hal itu disebut al jahl (ignorance/tidak tahu). Jika ilmu itu tidak pasti kesesuaiannya dengan


kalimatku hari ini "belajarlah untuk mencari ilmu bukan untuk mencari pekerjaan. insyaallah pekerjaan akan mengiringi orang yang mencari ilmu" see u next page